Ketika rujukan kita terhadap yang benar dan yang baik dalam dinamika kehidupan keseharian kita, Intuisi kita mengalami pengaburan atau setidaknya dilema-dilema dalam penerapannya dikarenakan Tekanan demi tekanan terus kita alami ketika hendak mewujudkan sesuatu yang benar dalam hubugan-hubungan kita dengan orang lain, sejak di ruang-ruang terdekat kita hingga di lingkungan pekerjaan kita nanti sahabatku. Ingatkah engkau dengan tulisannya Bapak Yamin dalam surat kabar Ra’jat pada tanggal 22 Desember 1945 “Tan Malaka Bapak Republik Indonesia” kutipan perkataan Tan Malaka yang satu ini rasa rasanya sangat menggambarkan keadaan kita generasi millennials saat ini “TERBENTUR, TERBENTUR, TERBENTUR MAKA KITA AKAN TERBENTUK”.
Konsep inilah yang mengajarkan kalau mau membentuk apapun tidak bisa serta merta jadi, tapi haruslah ada campur tangan pembenturan didalamnya. Bahkan Tan Malaka menyebutkan kata terbentur ini sampai tiga kali, menggambarkan betapa ujian dan cobaan itu memang tak akan pernah lepas dalam kehidupan kita dengan skala facici (kecil) sampai pelol de (besar). Jangan pernah putus asa berpegang teguh lah kita pada nilai-nilai kebenaran tanpa mengurangi sedikitpun kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki orang lain sahabatku.
Tertancap dalam di sanubariku sahabat, pada nasehat seorang yang kita anggap bijaksana karena kepada dialah generasi kita di ajarkan dan diarahkan. Tentang setiap kita harus memiliki kapasitas dan kapabilitas agar menjadi generasi emas yang mampu menyaingi dan memperbaiki hal-hal yang bengkok di tatanan sosial budaya bahkan sampai pada birokrasi yang bobrok akibat ulah individu-individu di bawah rata-rata.
Euforia kini sangat di rasakan oleh penduduk Prov. Maluku Utara, karena Maluku Utara sebagai salah satu provinsi dari 17 provinisi yang mengikuti pilkada serentak 2018. Ada yang gembira karena merasa memiliki harapan baru, adapula yang bergembira karena adanya ladang baru untuk mengakali dan saling menelan antara sesamanya. kini Kita sekali lagi dipertemukan dengan pesta demokrasi sahabatku, 2017 kemarin sejarah telah mencatat dalam PILBUP (Halteng) bagaimana perjuangan Mahasiswa dan generasi muda berani tampil dalam politik praktis demi tercapainya tatanan birokrasi yang mensejahtrakan seluruh masyarakatnya.
Kali ini sahabatku setidaknya kita menemukan gagasan kolektif, itulah yang bisa menjadi pendorong utama gerakan mahasiswa. Kita mengorganisir massa radikal yang tersebar-sebar dan mereka yang selalu dilupakan secara politik. Perhimpunan politik baru ini mengemban fungsi praktis sebagai kekuatan yang memperdalam ruang-ruang demokratik. Setidaknya, semua ‘aparatus ideologi’ menjadi sasaran penguasaan perhimpunan politik baru ini (Eko Prasetyo”Bangkitlah Gerakan Mahasiswa”2015). Agar kita tak lagi berada di bawa ketiak pembesar yang selalu menjilat dalam setiap retorika kampaye mereka maka sahabatku konfrontasi diawali dari semangat dasar bahwa kita bergabung dengan gerakan karena semata-mata tak mau ikut dalam proyek mereka atau karena mereka menolak pandangan kita, Ingatlah sahabatku seorang tokoh dari Daegu, Koresel Cho Young Rea pernah mengatakan “Sebagai individu kita tidak mempunyai kekuatan, tetapi bila bersatu, kita kuat dan bisa melawan”.
PILGUB kali ini setidaknya kita ada upaya prakondisi sosial dan penciptaan suasana batin elit daerah, maka peran gologan muda terdidik Maluku Utara dan Halmahera yang tersebar di Manado dan daerah lainnya diperlukan peran dan tanggung jawabnya, Dan hal ini harus didukung oleh banyaknya usaha-usaha pemuda dalam menghimpun dan mengajak masyarakatnya di masing-masing daerah, untuk lebih jauh dan peduli terhadap kehidupan politik akan melahirkan sistem koreksi bagi para politisi kita. Peranan kita mahasiswa dan pemuda yang seperti itu akan membuat kebijakan yang dibuat oleh para politisi kita menjadi lebih terarah dan tidak memihak. Langkah-langkah mereka dalam mewujudkan cita-cita demokrasi yang lebih baik harus benar-benar dapat direalisasikan serta mendapatkan dukungan dari pihak-pihak dan masyarakat umum. Bila hal tersebut terus dilakukan bukan tidak mungkin politik-politik kotor yang sering terjadi di Indonesia akan teratasi dan akan membawa Indonesia pada cita-cita demokrasi yang tertera pada pembukaan UUD 1945 alinea ke IV. upaya ini harus dipandang sebagai agenda yang berspesifikasi mendesak (urgency), dengan prespektif ini, maka dengan sendirinya kita membutuhkan rumusan-rumusan strategis berupa desain konseptual provinsi Maluku Utara dengan reasoning yang jelas ruang lingkup sasaran dan pola-pola operasionalnya, Baca (Membaca Indonesia “Basri Amin”2014 hal 32-37).
Sebagai generasi terdidik langkah awal yang bisa kita buat sahabatku, adalah meredakan naluri konflik di antara kelompok-kelompok masyarakat dan elit lokal di Maluku Utara, maka besar kemungkinan agenda-agenda kepemimpinan, administrasi dan penataan kelembagaan daerah bisa berjalan lancar dengan mengutamakan kapasitas dan kapabilitas seseorang di luar konteks birokrasi balas dendam yang seakan buta melihat kapasitas dan kapabilitas demi terwujudnya masyarakat adil yang sejahtera, mungkin hal ini kemarin yang luput dari pandangan kita sahabatku.
Tentu bisa kita simpulkan banyaknya peran mahasiswa dan pemuda dewasa ini dalam menghadapi politik-politik di setiap daerah yang tersebar di Negara tercinta ini, tidak bisa dianggap sebagai sebelah mata. Peningkatan kesadaran kaum muda seperti itulah yang dibutuhkan oleh bangsa kita dalam menghadapi era kepolitikan saat ini, terutama untuk provinsi yang berada di ufuk timur indonesia ini. Mereka yang ikut serta dan turut aktif dalam meningkatkan sistematika dunia politik akan menjadi penerus bangsa yang membanggakan dan membawa kemajuan bangsa. Semua pemuda harus mengusahakan yang terbaik dalam segala hal mengenai kepentingan rakyat Indonesia. Kita sebagai generasi muda terdidik Maluku Utara harus bisa membuktikan bahwa kita adalah aset daerah yang sangat berharga, kita juga harus membuktikan bahwa kita pemuda Indonesia adalah pelaku politik yang tidak gila dengan jabatan, uang ataupun takut terhadap ancaman,melainkan kita adalah sosok yang mampu membawa bangsa ini pada kemajuan dengan semangat kebersamaan dan rasa kompetitif.
Di akhir surat ini sahabatku, aku mengulang kembali apa yang pernah di tuliskan oleh Amarah Suci mahasiswa Jawa Barat, 19 juni 1967 “Di manakah ketentraman bisa ditemukan di antara berjuta manusia jika setiap genggam nasi yang masuk mulut harus dibayar dengan martabat mereka ? akan teruskah dibiarkan sebuah bangsa yang pernah mengukir keluhuran, keagungan di abad-abad lampaunya, merosot menjadi rombongan tukang catut, pencopet, pencuri, penipu dan menghabiskan sisa sejarahnya seperti kawanan serigala, saling mengakali dan menelan ?”.
Manado, Sulawesi Utara 2018
Mr_chulleyevo
Komentar
Posting Komentar