Kepada Siti Amina Talabuddin ...
Perkenalkan, namaku Akbar N Syamsi dan aku tinggal di Indonesia. Sebuah Negara-Bangsa yang berdiri tiga tahun sebelum kematianmu. Wilayah tempat tinggalmu dulu, Desa Gemia, Patani, kini merupakan bagian dari wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia. Surat ini pun ditulis dalam bahasa indonesia, sebuah bahasa yang dapat dimengerti oleh seluruh penduduk koloni yang dulu bernama Hindia Belanda. Setelah kamu meninggal, tebing, tembok, tanjung ngolopopo dan hutan Halmahera mengukir namamu. Tapi tidak tercantum dalam buku sejarah Indonesia, namamu seakan dilupakan.
Keberanian yang ada pada dirimu membuat perjuanganmu menjadi istimewa. Kamu menuangkan perasaan dan pengalamanmu untuk menentang kolonial belanda, kamu mengungkapkan kekecewaanmu untuk mengimbau rakyat menolak tunduk patuh kepada dua gunung yang mencedrai semangat revolusi. Kemarahanmu atas penghianatan, kegembiramu mendirikan Syarikat Jamiatul Iman Wal-Islam di Gamrange (Fagogoru), yang di dalamnya perempuan dan laki-laki punya kesempatan yang sama untuk belajar dan berjuang, hingga kebimbangaanmu saat dipenjara di Nusa kembangan bersama tahanan politik. Semua emosi dari pengalaman politik pergerakanmu di masa Syarikat Islam Merah tergambar jelas. Hari ini ketika ilmu pengetahuan sosial berkembang sepanjang pergulatan umat manusia di bumi, aku dan beberapa kawan yang membaca dan mendengar kisahmu setuju untuk mengelompokkan gagasanmu tentang keadilan bagi sesama manusia, perjuanganmu akan terus berlanjut...
Ada sebuah gagasan yang kamu idam-idamkan tentang kemanusian dan keadilan. Tentang sebuah kehidupan yang setara tanpa ada perbedaan warna kulit, rambu ataupun kelas sosial. Gagasanmu tentang sebuah masyarakat yang adil, berkelana lewat perjuanganmu. Riwayat itu telah dibisikan dan masuk di telinga, bersemayam dalam pikiran-pikiran generasi Maluku Utara abad 21 yang berpendidikan.
Pada periode pertama, banyak organisasi dan dunia pergerakan didirikan, revolusi akan segera dimulai. Perempuan dan laki-laki ikut serta. Tidak ada individu yang gagal atau bahkan berhasil dalam perjuangan revolusi itu, sebab semua berjuang bersama, melalui pena, logistik, serta tenaga dan bahkan nyawa. Sebuah Negara-Bangsa berdiri, kamu adalah satu-satu tokoh pejuang yang dilupakan di Negerimu sendiri hingga Negara ini pun tak sempat mengabadikanmu sebagai pejuang Nasional. Sebab, semua pemimpin bangsa yang hari ini di kenal memperjuangkan gagasan kemerdekaan pada awalnya berjumpa denganmu di Boven Digoel, 1941.
Jika saja kamu masih hidup, aku mau memelukmu erat-erat. Aku akan ungkapkan kepadamu bahwa hari ini banyak generasi dari kampung halamanmu, yang sudah bisa menempuh pendidikan tinggi di tempat-tempat yang jauh. Ada banyak beasiswa diberikan pada perempuan dan laki-laki agar mereka bisa memiliki cita-cita, banyak perempuan dan laki-laki indonesia bisa menulis dan baca tulis. Namun ada yang hilang; gagasan dan semangat kemanusiaan serta keadilan yang menjadi bara perjuangan bagimu.
Hari ini kami boleh bersekolah, menulis dan membaca, tetapi bukan berarti perempuan dan laki-laki sudah setara dan perempuan bebas dari penderitaan. Bahkan hingga 74 tahun kematianmu, belum terwujud sebuah masyarakat dimana perempuan dan laki-laki bisa naik bus sama-sama secara aman. Sosokmu mengembara, sebagai gambar berbicara di dinding-dinding kamar generasi muda dari negerimu, tidak menyuarakan keadilan. Sampai hari ini kami tercabut dari pikiranmu, pikiran yang membuat kamu dilupakan di Republik Indonesia.
Komentar
Posting Komentar